Sedikit tergelitik untuk menulis, ketika pagi ini membaca beberapa grup chatting yang ramai dengan pesan-pesan singkat dari teman-teman.
Ada yang berjualan, ada yang share info tentang kebijakan pemerintah Arab Saudi kepada para korban di kejadian beberapa waktu lalu, broadcast tentang amalan - amalan kebaikan, ada pula yang beraksi untuk saling 'mengingatkan dan meyemangati' pun ada yang sekedar menyunggingkan senyum ataupun memberi ikon acungan jempol.
Dari sekian banyaknya topik yang muncul, topik- topik ini yang sering menjadi magnetik di grup, yaa tentang jomblo, nikah dan poligami. Bagi para bapak - bapak tertentu, ada yang sangat senang sekali memulai bahasan tentang poligami, kemudian ada bapak lain yang menyanggah untuk tidak melanjutkan topik ini dan akhirnya selesai untuk saat itu.
Tetapi ada suatu saat topik ini akan muncul kembali dan selanjutnya ada yang 'memadamkan' (lagi).
Menurut pribadi saya ini sih sunnatullah, bahasan yang meredup kemudian suatu waktu kembali muncul menjadi topik yang ramai dibicarakan kemudian menghilang.
Perantara
Pertolongan Allah bisa datang dengan bebagai cara dengan jalan yang terbaik pula. Melalui siapa, kapan waktunya, dimana tempatnya semua muanya hanya Allah lah yang Maha Kuasa yang Mengetahuinya. Satu yang pasti adalah segalanya sudah Allah tetapkan untuk kita, mau baik buruk, suka duka, mudah susah, sekarang ataupun nanti.
Percakapan pagi ini nyatanya merupakan perantara dari Allah bagi saya pribadi untuk bisa lebih menata diri, menata lisan, menata hati dan menata rasa cinta. Rasa cinta kepada Allah.
Sungguh segala yang kita alami adalah ujian, senang dan susah adalah ujian. Senang diuji dengan rasa syukurnya dan susah diuji dengan rasa sabarnya.
Sebenarnya ada rasa ingin menyampaikan sesuatu di grup, tetapi terlanjur yang lain sudah baper takut memperkeruh suasana, jadi saya sampaikan saja lewat tulisan singkat ini.
Berdoa || Untuk ridhaNya atau untuk sesuatu yang diinginkan?
Sedikit diskusi singkat dengan suami pagi tadi bahwa ini merupakan konsep tawassul. Memang sejatinya kita beribadah dengan niatan hanya mengharapkan ridha Allah semata, tetapi jika kita meyakini tentang sifat Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, duh ini akan bikin meleleh betapa Allah begitu sayang kepada hamba-hambanya dalam mengatur urusan hidup kita. Bahwa Allah yang Maha Mendengar senang mendengar puji - pujian baik kepadanya, bermunajat dan megadu padaNya.
Allah memperkenankan doa-doa kita, bahkan tanpa kita menjabarkan satu persatu pun, Allah telah mengetahui segala isi hati kita. Namun ada hal penting lainnya yang tetap diperhatikan dalam memanjatkan doa, ialah Adab.
Lantas, bagaimana relasi dengan amalan baik, ridha dan kenikmatan yang diperoleh?
Jika kita melakukan amal kebaikan, mau itu bentuknya puasa, sedekah, tahajud, birul walidain atau lainnya, lalu merasa dengan segala amal kebaikan tersebut kemudian kita merasa layak memperoleh kenikmatan duniawi ataupun di akhirat kelak, ini tentu yang salah dan perlu diluruskan.
Segala bentuk amalan kebaikan ini menjadi jalan atau wasilah kita dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Inilah tawasul yang saya sebutkan diatas pada bagian awal. Bahwa ini menjadi perantara dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai perantara atas doa-doa yang kita panjatkan kepada Allah.
Kita memiliki hajat, keinginan, harapan entah untuk kebaikan di dunia ataupun diakhirat. Maka kita perlu berdoa, perlu selalu mengingatNya dalam zikir - zikir lembut padaNya.
Kita memiliki rencana, Allah memiliki rencana dan Allah Maha Terbaik pemilik dan pembuat rencana.
Bahwa segala apa yang kita lakukan adalah keikhlasan penghambaan kita kepada Sang Khalik. Tentunya satu hal krusial yang perlu selalu ditata dari awal, tengah-tengah dalam proses ini adalah niatan kita. Karena Allah melihat apa - apa niatan kita dalam melakukan sesuatu. Dan jikapun nanti nya ada kebaikan - kebaikan yang kita peroleh, ini merupakan rasa sayang Allah kepada makhluknya dengan sifat Ar Rahman dan Ar RahimNya.
Bagaimana jika beramal hanya bertujuan mendapat kebaikan di dunia saja?
Inilah yang perlu kita perbaiki bersama, niatan kita dalam beribadah kepada Allah. Ibarat dalam ilmu fisika berlaku hukum energi, bahwa aksi akan sama dengan reaksi. Tidak perlu secara ilmiah, bahkan Allah yang mengatakan langsung dalam firmanNya bahwa, kebaikan sekecil biji zarrah pun akan di balas dengan kebaikan, dan keburukan sekecil zarrah pun akan dibalas keburukan tersebut.
Karena kita tidak mengetahui kebaikan mana yang akan diterima Allah, kebaikan mana yang Allah ridhai dan kebaikan mana yang akan membawa kita ke syurgaNya, maka teruslah berbuat kebaikan dan tetaplah dalam kebaikan - kebaikan tersebut.
Dan janganlah menghilangkan pahala - pahala dari amal kebaikan yang kita lakukan, hanya karena dimulai dengan niatan kita yang belum benar, naudzubillah.
Wallahu'alam bish shawab.
Ada yang berjualan, ada yang share info tentang kebijakan pemerintah Arab Saudi kepada para korban di kejadian beberapa waktu lalu, broadcast tentang amalan - amalan kebaikan, ada pula yang beraksi untuk saling 'mengingatkan dan meyemangati' pun ada yang sekedar menyunggingkan senyum ataupun memberi ikon acungan jempol.
Dari sekian banyaknya topik yang muncul, topik- topik ini yang sering menjadi magnetik di grup, yaa tentang jomblo, nikah dan poligami. Bagi para bapak - bapak tertentu, ada yang sangat senang sekali memulai bahasan tentang poligami, kemudian ada bapak lain yang menyanggah untuk tidak melanjutkan topik ini dan akhirnya selesai untuk saat itu.
Tetapi ada suatu saat topik ini akan muncul kembali dan selanjutnya ada yang 'memadamkan' (lagi).
Menurut pribadi saya ini sih sunnatullah, bahasan yang meredup kemudian suatu waktu kembali muncul menjadi topik yang ramai dibicarakan kemudian menghilang.
Perantara
Pertolongan Allah bisa datang dengan bebagai cara dengan jalan yang terbaik pula. Melalui siapa, kapan waktunya, dimana tempatnya semua muanya hanya Allah lah yang Maha Kuasa yang Mengetahuinya. Satu yang pasti adalah segalanya sudah Allah tetapkan untuk kita, mau baik buruk, suka duka, mudah susah, sekarang ataupun nanti.
Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Yunus:107)
Percakapan pagi ini nyatanya merupakan perantara dari Allah bagi saya pribadi untuk bisa lebih menata diri, menata lisan, menata hati dan menata rasa cinta. Rasa cinta kepada Allah.
Sungguh segala yang kita alami adalah ujian, senang dan susah adalah ujian. Senang diuji dengan rasa syukurnya dan susah diuji dengan rasa sabarnya.
Sebenarnya ada rasa ingin menyampaikan sesuatu di grup, tetapi terlanjur yang lain sudah baper takut memperkeruh suasana, jadi saya sampaikan saja lewat tulisan singkat ini.
Berdoa || Untuk ridhaNya atau untuk sesuatu yang diinginkan?
"Bukankah kita beribadah hanya untuk mendapat ridha Allah saja?"
Sedikit diskusi singkat dengan suami pagi tadi bahwa ini merupakan konsep tawassul. Memang sejatinya kita beribadah dengan niatan hanya mengharapkan ridha Allah semata, tetapi jika kita meyakini tentang sifat Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, duh ini akan bikin meleleh betapa Allah begitu sayang kepada hamba-hambanya dalam mengatur urusan hidup kita. Bahwa Allah yang Maha Mendengar senang mendengar puji - pujian baik kepadanya, bermunajat dan megadu padaNya.
"Berdoalah kepadaku, niscaya Kuperkenankan permohonanmu..."Jawaban dari setiap doa adalah Ya. Ya, ini Allah kabulkan, Ya, Allah ganti dengan yang lebih baik, Ya bersabarlah sebentar lagi hambaku, hingga waktunya tiba.
Allah memperkenankan doa-doa kita, bahkan tanpa kita menjabarkan satu persatu pun, Allah telah mengetahui segala isi hati kita. Namun ada hal penting lainnya yang tetap diperhatikan dalam memanjatkan doa, ialah Adab.
Lantas, bagaimana relasi dengan amalan baik, ridha dan kenikmatan yang diperoleh?
Jika kita melakukan amal kebaikan, mau itu bentuknya puasa, sedekah, tahajud, birul walidain atau lainnya, lalu merasa dengan segala amal kebaikan tersebut kemudian kita merasa layak memperoleh kenikmatan duniawi ataupun di akhirat kelak, ini tentu yang salah dan perlu diluruskan.
Segala bentuk amalan kebaikan ini menjadi jalan atau wasilah kita dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah. Inilah tawasul yang saya sebutkan diatas pada bagian awal. Bahwa ini menjadi perantara dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan sebagai perantara atas doa-doa yang kita panjatkan kepada Allah.
Kita memiliki hajat, keinginan, harapan entah untuk kebaikan di dunia ataupun diakhirat. Maka kita perlu berdoa, perlu selalu mengingatNya dalam zikir - zikir lembut padaNya.
Kita memiliki rencana, Allah memiliki rencana dan Allah Maha Terbaik pemilik dan pembuat rencana.
Bahwa segala apa yang kita lakukan adalah keikhlasan penghambaan kita kepada Sang Khalik. Tentunya satu hal krusial yang perlu selalu ditata dari awal, tengah-tengah dalam proses ini adalah niatan kita. Karena Allah melihat apa - apa niatan kita dalam melakukan sesuatu. Dan jikapun nanti nya ada kebaikan - kebaikan yang kita peroleh, ini merupakan rasa sayang Allah kepada makhluknya dengan sifat Ar Rahman dan Ar RahimNya.
Bagaimana jika beramal hanya bertujuan mendapat kebaikan di dunia saja?
Inilah yang perlu kita perbaiki bersama, niatan kita dalam beribadah kepada Allah. Ibarat dalam ilmu fisika berlaku hukum energi, bahwa aksi akan sama dengan reaksi. Tidak perlu secara ilmiah, bahkan Allah yang mengatakan langsung dalam firmanNya bahwa, kebaikan sekecil biji zarrah pun akan di balas dengan kebaikan, dan keburukan sekecil zarrah pun akan dibalas keburukan tersebut.
Karena kita tidak mengetahui kebaikan mana yang akan diterima Allah, kebaikan mana yang Allah ridhai dan kebaikan mana yang akan membawa kita ke syurgaNya, maka teruslah berbuat kebaikan dan tetaplah dalam kebaikan - kebaikan tersebut.
Dan janganlah menghilangkan pahala - pahala dari amal kebaikan yang kita lakukan, hanya karena dimulai dengan niatan kita yang belum benar, naudzubillah.
Wallahu'alam bish shawab.
Comments
Post a Comment